Ahlan Wasahlan Sugeng Rawuh ....

"SELURUH DUNIA ADALAH PESANTRENKU" demikian fatwa Sunan Kalijaga, 600 tahun yang lalu. Sabda pangandika ini mengisyaratkan bahwa tugas dakwah adalah ke seluruh alam tanpa batas. Maka Pesantren Khusnul Khatimah, nyendikani dawuh ini dengan mengirim ratusan santri, kyai, ulama, ustadz ke seluruh penjuru dunia untuk terus mengabarkan ketauhidan Allah SWT.

Zakat Mal, Sumbangan, Infak dan Sedekah Anda
akan kami salurkan untuk membantu program dakwah ke pelosok-pelosok nusantara.

Sabtu, 22 Mei 2010

HAJI AHMAD MUTAMAKIN


M. HARIWIJAYA

1. Kisah Haji Mutamakin
Inilah kisah Haji Mutamakin. Sebuah contoh baik kelakuan dan pikiran, terhadap penyanjung kelakuan yang mencederai, pada hati yang bersih yang menjadi sembarangan. Ajaran menuntun pada tindakan yang kurang, diikuti tanpa bukti, yang terbukti dari hati, pengikut-pengikutnya, yang telah menerima dan memuja penipuan.
Sejarah yang berkenaan dengan Haji Mutamakin, dari daerah Tuban yang telah membuka ilmu rahasia, dan menyiarkan rahasia ilmu hak, yang memegang teguh hakikat, sambil menolak Syariah, karena dia menolak hukum, pengetahuannya tentang hakikat menjadi tidak senonoh, membingungkan dan kacau, tabir yang menyembunyikan rhasia-rahasia itu telah dikuakkan, disewakan, dilubangi dan digulung, dan dengan begitu tersebarlah kekerasan di seluruh negeri, kelakuan tidak pantas.
Keberaniannya dalam kepercayaan tanpa kekangan, orang baik kehilangan martabatnya, seperti sihir kekuatan untuk mempengaruhi mereka. Keangkuhan bertambah, waktu ia dengan kasar meninggalkan hidup tapa, hatinya tidak ingat dan terburu-buru, Karena kecongkakannya, ia merasa diri utama dan telah dikuasai celaka. Akhirnya, raja telah diyakinkan dibujuk, untuk mencoba menyelesaikan masalah yang jadi sengketa. Sedangkan setan membawa sesaji, untuk orang terpelajar tanpa watak ini, yang menuntun masyarakatnya kesasar, yang kata-katanya kosong sama sekali, yang, hatinya lemah dan takut. Keahliannya dalam mengemukakan ilmu mistik, meliputi simpati banyak orang, sungguh keinginannya telah menyihir orang banyak. Pada mulanya hanyalah dalih, tapi kemudian telah menimbulkan kejahatan yang nyata, dan begitulah kelanjutannya ada pada setiap bibir, ada sebelas orang dianggap sebagai iblis, yang omongannya sembarangan, dan mereka ada dalam kemalangan terus menerus, demikianlah ada sejarah yang menjadi terkenal, tentang ulama jawa ini, yang hidup dalam zaman, yang mulia Sunan Prabu Mangkurat, Alasan orang-orang pada membicarakannya karena ia membahayakan, seluruh kaum ulama.
Wejangannya tentang ilmu mistik sesat, karena ia menyebut dirinya sama dengan Kekuasaan Kemauan Tuhan, yang menjadi perselisihan, dengan kukuh, keras dan kasar, ia menguraikan keyakinannya tanpa bisa dihentikan, yang berakibat adanya tuduh menuduh, dan ini menjadi sungguh-sungguh dan luar biasa, Pesisir Timur Jawa ada dalam kekacauan, dan di daerah Tuban Haji Mutamakin, menjadi musuh orang banyak.
Karena ia memperlakukan aturan Nabi dengan kasar, di Cebolek, desa Tuban, kelakuannya jadi kacau. Dia diserang dan dilawan, oleh para ulama dari daerah pesisir, yang berkata, “Janganlah merusak hukum, karena merupakan pendurhakaan terhadap raja. Sesungguhnya raja berwenang menghukum, karena ia adalah wakil orang besar di dunia Nabi, siapa membahayakan kekuaasaannya."
Tapi Haji Mutamakin tidak tergoyahkan, mantap dan berani, ia tidak lari dari bahaya, tapi berani menghadapi hukuman, dan banyak ulama datang, memberi nasihat, Malah ia tetap terus menternakkan anjing, dari Kudus sebanyak dua belas, yang terbesar, diberi nama Abdul Qahar.
Ia mempunyai empat anak anjing, pemimpinya, dinamai Qamarudin. Sangatlah angkuh, Haji Mutamakin, Para ulama setuju, bahwa masalah ini harus diteruskan, kepada Kanjeng Sinuwun, karena ia Mutamakin tidak mau dinasihati, ia telah memandang rendah negara.
Semua ulama daerah pesisir, mengirimkan surat edaran, kepada semua ulama, dari Pajang, Mataram, Kedu, Pagelen dan Mancanegara, bersama salinan suratnya, dalam anggapan mereka, kepecayaan yang dipegang teguh Cebolek, terletak pada tuntunanya menjadi yang sejati yaitu Muhammad, dan ia berani menghadapi hukuman. Pada waktu para ulama berangkat menuju ibukota, seluruh daerah pesisir ada dalam kebingungan, semua ulama mengambil bagian, Dari bagian Timur Jawa datang Kyai Busur, Ki Witana dari Suralaya, bersama Mas Sidasrema. Khatib Anom, pemimpin para ulama, dari daerah pesisir tiba di Kartasura, Sebelum pembicaraan mulai, penyakit sekonyong-konyong menimpa raja, Prabu Manrgkurat yang kemudian wafat, yang digantikan oleh puteranya, Ialah Raden Mas Prabayaksa, yang mengambil gelar Pangeran Adipati, dan menempati kedudukan ayahnya, Sejahtera keadaan kerajaan, dari Susuhunan yang dimakamkan di Lawiyan, Segera setelah penobatan, dilakukan, pengajuan perkara kepada raja.
Ulama dari daerah pesisir berkumpul kembali, semua dari mereka, tak ada yang ketiggalan, dan sebagaimana yang dari Pajang, Mataram, Pagelen, Mancanegara dan Kedu. Tak seorangpun yang dapat membaca Quran sedikit, diizinkan berangkat, semua berkumpul bersama, di kediaman Danurejan Rekyana Patih. Mereka membuat persiapan yang disampaikan disampaikan kepada raja, dengan persejuan para wadana.
Para wadana dari daerah pesisir dan Mancanegara, dan wadana Kartasura, yang sepenuhnya sepakat berkata, bahwa layak la dihukum, para ulama semua telah tiba, kayu bakar telah ditimbun dekat alun-alun utara, persembahan sangat melimpah, dan minyak kelapa dalam gentong, Pada saat akan dibakar Haji Mutamakin, di saat itu adalah wadana Jro yang mengetuai pengadilan, namanya Kanjeng Raden Demang Urawan, dan ia sepupu pertama raja, kakak perempuannya telah diambil, sebagai istri oleb raja, namanya Ratu Kencana, Demang Urawan, sangat dihormati oleh raja, Pada kesempatan ini diundang ke keraton, menghadap raja.
Sinuwun bersabda lirih, "Wahai; Bapang apakah, yang telah dikatakan pamanku, Perdana Menteri? Apakah para ulama Jawa berkumpul?", Kanjeng Raden Demang Urawan, segera menundukkan kepala dan berkata, "Benar mereka semua telah datang dan malahan telah diberitahu dengan baik, tentang bagian-bagian pembahasan yangbetul.
Mengenai ilmu mistik, Para ulama Jawa, yang telah berkumpul, jumlahnya adalah seratus dan, empat puluh dua saja, Semuanya telah dinilai, dan dibagi menjadi kelompok-kelompok, dan kelompok golongan rendah, sekelompok golongan unggul, terdiri dari empat puluh empat orang. Pilihan lanjut telah dibuat, empat puluh ditinggalkan, dari padanya, dua puluh dua telah dipilih, Yang terbaik darinya lalu dipilih, dan sekarang hanya tinggal tujuh, hanya lima dari daerah pesisir, empat ulama, datang dari Pajang, satu dari Mancanegara, satu dari Pagelen, yang akan menjadikan pesaan duka.
2. Ulama Mancanegara
Abdimu dari daerah Pajang ialah, seorang dari Majasem, Pengging, Kemasan berturut-turut, dan yang keempat dari Kedung Gede, ulama dari Mancanegara, hanya dari Pranaraga, dan dari Samalangu di Pagelen berturut turut, lima dari Abdimu berasal dari daerah pesisir, dua dari Surapringga, satu dari Gresik, dan dua dating dari Demak dan Kudus, mereka ini telah dipilih dengan hati-hati, dan dibawa keruang terpisah ada empat bupati, lima bersama uwa Danureja.
Kedua bupati pesisir ialah, Adipati Jayaningrat, dan Adipati Citrasoma, Dari daerah ini Wiraguna, dan hamba sendiri, Mereka telah ditempatkan di, tempat tinggal sementara di belakang, oleh uwa Danureja. Lalu semua mereka diberitahu, tentang sifat rahasia dari tekad semacam ini, dan tentang batas-batas mengenai pendapat mereka, Sembilan dari mereka setuju sepenuhnya untuk menerima batas-batas ini, tapi dua orang menentangnya, Mutamakin Kanjeng Sinuwun, kukuh teguh tak mau mundur
Di antara abdi-abdimu dari Pajang, Panjenengan Dalem, salah satu telah dipengaruhi, ulama dari Kedung Gede, telah ikut dengan Mutamakin dan mengajukan dirinya untuk dibakar, menerima hukumanmu, Dia menjadi pengikut Cebolek, dan keduanya sekarang satu tujuan menyatakan menjadi yang Sejati yaitu Mutamakin, Karena itulah pamanku perdana menteri, mengajukan masalahnya ke hadapan kemauan Panjenengan Dalem". Ingkang Sinuwun seraya berkata, "Bapang dari manakah gurunya, Haji Cebolek ini, yang berarti yang berani menghadapi maut?"
Raden Demang berkata hormat, "Panjenengan Dalem waktu utusan-utusanmu, kembali, waktu mereka yang mengundang dan mengawani dia, berjalan tergesa-gesa, mereka adalah Gentong Umos Kanjeng Sinuwun, bersama Ragapita. Benarlah Haji Mutamakin, Panjenengan Dalem, waktu dalam perjalanan, telah dilarang, bahwa ia akan menghadap bencana, dari Paduka Maharaja, tetapi ia tidak mau mundur sedikitpun, ia menerima kemauanmu dengan sepenuh hatinya."
Sinuwun bersabda, "Lalu bagaimana, waktu ia diperjalanan," kata-katanya kepada para utusan, Raden Demang berkata, "Panjenengan Dalem ia berkata begini, "Saya ucapkan terima kasih, kalau Raja menghukumku, putraku Ragapita, aku akan dikerubut para ulama, dan pansti akan dibakar, Mungkin bau asapku, akan menyebar sampai di tanah Arab, tempnt aku belajar, di bawah Syekh Zain dari Yaman."
"Waktu dia bermalam di sebuah pondokan, Panjenengan Dalem, setelah melaksanakan sembahyang Isa, ia tidak tidur, ia terus membaca Kusumawicitra danding, dari Serat Bima Suci, sebuah danding yang ber-pada dua belas setiap barisnya, seperti Maduretna yang juga dapat dimasukkan ke dalam Bramarawilasita, untuk dibuat merdu dan serasi, keduanya mempunyai sebelas pada setiap barisnya, dan dapat diubah menjadi Lebdajiwa, ia lalu membacanaya dengan menunduk dan membengkokkan badannya". Sinuwun bersabda lirih, "Wahai, Bapang, bagaimana ini yang kau bicarakan tentang ilmu rahasia, sepertinya mengikuti cara seorang Budha, Bapang apakah gunanya itu, merupakan penghinaan kepada Tuhan bila orang menjadi sesat.” Raden Demang berkata, "Panjenengan Dalem, ini bukanlah suatu keburukan, menurut ajaran hak, karena itu hanya dibuat lambing, dan bukan sebagai kepercayaan, Lambang ini telah dipergunakan oleh, banyak wali, dan melalui lambangn ini kesejatian telah dibukakan, Ia mulai langsung dengan episode, walau Bima mencebur ke dalam lautan.
Tanpa memperdulikan rasa sakit ia mencari, guru di tengah samudera, siap untuk mati, kalau ia tidak dapat menemukanya, Ia bermaksud mati di lautan, kalau ia tidak memperoleh Kesempurnaan, Waktu tiba di tengah lautan besar, Ia ditemui seorang Dewa kecil, sekecil seekor burung pipit, lalu dewa kecil Dewa Ruci memerintahkan dia, untuk memasuki kupingnya, dan Bima merasa heran sekali, Sejarah inilah yang menjadi, petunjuk untuk perbuatan, Mutamakin dalam pejalanan
Tersenyum Sinuwun bersabda, "Wahai, apa pendapatmu, bahwa Perdana Menteri, dan para wadana, semua setuju Mutamakin supaya langsung dihukum, di alun-alunku. Kebenaran mengntakan padaku, Jangan mau menuruti nasihat pamanku Perdana Menteri. Semua para ulama, dan para wadana, dalam pandanganku, Bapang, dia Mutamakin memaksudkan hanya untuk dirinya, ilmu semacam ini, Kalau ia tidak mengajak orang lain membuat perubahan di sana-sini, orang-orang dari mancapat dan mancalima, dari manca-nem dan mancapitu, dan semua dengan berhasil telah diajak untuk menolak Hukuman, dia tidak dapat dihukum mati, kalau ia hanya berkata, Tirulah ilmu Mistikku.
Dan banyak yang telah menjadi muridnya, dan kalaupun ia tidak bertindak dengan cara ini tapi berbuat lebih buruk lagi, saya tetap harus memaafkannya.” Raden Demang berkata, "Betul sekali Panjenengan Dalem.” Bapang pergilah segera, sampaikan ketidaksenanganku kepada uwaku Perdana Menteri, juga kepada para ulama, bersama semua para wadana, sapaya semua berkumpul di Kepatihan, dan umumkan kepada mereka ketidaksenanganku, Lalu ia mengundurkan diri dengan taat dan hormat, ia meninggalkan istana dan memanggil dua pesuruh, yang taat diperintahnya untuk menyampaikan pesan, ke Kepatihan untuk mengumumkan bahwa, “Besok, aku akan ke tempat Danureja, akan datang pukul delapan, untuk menyampaikan perintah raja.
Para Adipati supaya berkumpul, di dalam Kepatihan, bersama semua ulama, Dengnn segera para pesuruh, menyampaikan seruhan tadi ke Kepatihan, tak disejarahkan tentang malam itu, tapi esok paginya Patih Danureja berkumpul dengan para Adipati, semua menghadap ke barat, Adipati Denureja, menghadap selatan, tapi sedikit miring ke barat menghormati, ulama terhormnt, yang telah duduk di sebelah barat.
Di sebelah timur para Adipati, semua menghadap ke barat, Adipati Danureja, menghadap ke selatan, tapi sedikit miring ke barat, para ulama terhormat, yang telah duduk di sebelah barat. Pada jam delapan waktunya datang; Kanjeng Raden Demang Urawan, semua yang sudah duduk, semuanya berdiri waktu Raden Demang telah mengambil tempatnya, semuanya kembali duduk, Ki Adipati Perdana Menteri juga duduk, sesaat dengan lainnya.
Sedangkan Raden Demang segera, mulai menyampaikan perintah raja, memang matanya begitu nyalang, sehingga semua Adipati menjadi takut, dan juga para ulama, Waktu perintah disampaikan, ketidasenangannya menggelisahkan. Setelah ketidakesenangan raja selesai disaampaikan, Adipati Danureja hanya dapat, berkata dua patah, dan setelah itu seraya berdiam diri, Para wadana menjadi, semua menundukkan kepala, dan bagi para ulama, semua pada mrinding, di bawnh pepengaruh muka raja, Mata Cebolek berkedip¬kedip, seperti orang sedang sekarat, Kini seorang yang berbicara, adalah Khatib Anom dari Kudus, yang menjndi marah laksana menjangan luka
Marahnya jadi memuncak, wataknya yang seperti singa muncul, belekatnya naik turun, laksana burung garuda, mengepak sayap di medan laga, seperti Pragalba si pahlawan, menuruti hatinya yang penuh emosi. Ia memandang ke kanan dan ke kiri, semua telah menundukkan kepalanya, semua rekan ulama-nya, bersama para Adipati, kepalanya pada menunduk, wajahnya pucat semua, Khatib Anom dari Kudus, mulai menunnjukkan marahnya.
Ketetapannya bertambah kuat, ditimpali keberaniannya, ia mengetatkan serbannya, menggulung lengan baju, dan bergerak maju dua langkah, Khatib Anom kini duduk, lebih maju dari lainnya. Tindak tanduknnya nampak angkuh tapi kata-katanya lemah lembut, seperti Raden Baliputra, waktu dia diutus, oleh raja Ramawijaya, untuk menyampaikan perinatan keras kepada Dasamuak, ia menimbulkan ketakjuban orang yang melihatnya, ia memang kelihatan tampan dan belia.

3. Demang Urawan
"Anakku, kuminta maaf, karena berani menyela pembicaraan, tentang ketidasenangan raja, yang ditujukan kepada Perdana Menteri, Semua salah alamat, penyampaian rasa kemarahan raja.” Kanjeng Raden Demang Urawan merasa kaget, dan segera balik memandang, ke wajah Khatib Anom yang sedang berbicara. Ia melihat muka dengan lengan berkecak pinggang, rambutnya berdiri lurus, sangat tebal dan berombak, Ia nampak seperti putera raja Langka, Indrajid, sang perwira, seperti orang yang ditikam dan bertarung, dengan seorang duta yang bernama Baliputra, yang waktu itu datang berperilaku angkuh, Khatib Anom dan Raden Demang bersilang kata-kata untuk sejenak, layaknya mereka sedang bergumul saling menekan, menguji kekuatannya, bertarung dengan gigih untuk, suatu kemenangan terhormat, Mereka menjadi marah menyala, memukul satu lainnya dan balik berputar, seperti bertempur di dalam perang, pembalasan mereka sanat keras dan tajam.
Akibatnya, para ulama, kembali mengangkat kepalanya, begitu juga para Adipati, mengangkat kepalanya tercengan waktu mendengar, Khatib Anom Kudus, yang tidak sepaham dengan Kanjeng Raden Demang Urawan, yang dengan marah berkata, Apakah yang ekngaku anggap tidak tepat sanat ketidaksenangan raja, disampaikan kepada si uwa, Perdanan Mentri?", Khatib Anom berkata, "Benar; anukku, dasar, dan pokok dari perkara tidaklah cukup, Alasan Perdana Menteri telah melaporkan diri, karena para ulama, semua dari mereka, telah melaporkan itu kepadanya si Perdana Menteri yang yang mulia.
Alasan bahwa si uwa, Perdana Menteri yang mulia, berani melaporkan ini, dikarenakan para ulama, berpendirian teguh dalam masalah itu, Seharusnya adalah sumbernya dari laporan, yang mesti dijewer oleh raja, dengan kata lain, sayalah, dan semun para ulama, mesti menerima kemarahan raja." Kanjeng Raden Demang Urawan tertawa terbahak –bahak, mengayun kakinya dan berkata, "Betapa senangnya hatiku, melihat seorang ulama yang melawan dengan gigih, yang berani sungguh-sungguh menghadapi kematian, tangkas dan bisa tegar, untuk berunding dan siap tempur, Kalau ia seekor ayam jantan mestilah ia berbulu merah dengan kaki hitam dengan ekor berbintik putih, yang bertanding laksana garuda.
Biarlah saya menjadi seorang, yang atas nama raja, menegurmu, Mengapakah, bahwa Anda, menyebabkan kekacauan pada negara, dengan membawa masalah ini pada raja, walaupun perkaranya belum sepenuhnya tuntas, dengan melaporkan kepada Perdana Menteri? Apakah menjadi maksudmu membawa ketakberuntungan kepada para ulama, menimbulkan kebingungan di kerajaan, dan membawa aib pada negara? Setelah ketaksenangan raja selesai disampaikan, Khatib Anom berkata lirih, "Saya sangat berterimakasih, dan menghormati, ketidaksenangan raja yang telah Anda sampaikan, tapi sebagaimana diketahui, tak satupun darikami para ulama, bermaksud atau merencanakan untuk mengganggunya Raja, Kalau ini tak sopan, malahan kami ingin, memeliharanya, ruhani dan jasmaniah, Rakyat kecil, sejauh mereka bisa, berkewajiban dalam kehidupan ini, untuk memperhatikan raja, sehingga dalam keadaan bahagian dan rahayu, ia dapat memerintah seluruh Jawa.
Tapi kita mencatat tingkah laku yang salah, bila ia telah mengambil arahnya, pastilah akan mendekat, untuk melanggar sosok dari kerajaan, Pastilah ia akan menyebar kemana –mana, walaupun, telah dilarang walau untuk, Mutamakin sendiri, Rakyat tanah Jawa, kalau mereka mendengar ilmu yang mudah, yang menjauhkan sembahyang Jumat, akan mengerubunginya dengan senang, secepatnya mereka dapat berlari.” Adipati Jayaningrat, tersenyum sambil menegok, kepada Ki Arya Mlayakusuma ia berkata, "Merupakan kejutan anak mantumu, berani bersengketa dan beda, tidak taut berselisih hadap-hadapan, berani menentang Kanjeng Raden Demang Urawan.
Kalau ia orang Jawa biasa, bagaimana ia dapat berucap kata, melihat Raden Demang, seperti malaikat Jibril, demikian pula bila ia merupakan orang dari Istana ia tidak akan berani.” Raden Mlakusuma, tersenyum dan berkata hati-hati, "Saya telah sering bertemuj dengannya Demang Urawan, lebih-¬lebih ia adalah keluarga dan sama-sama Wadana.
Akan- tetapi hatiku, gedebak –gedebuk kalau bertemu dengannya, seperti aku ini sedang memandang seekor macan, Demikianlah juga di pancaniti, pada saat menghadang raja hari Senin dan Hari Kamis, bersama pegawai tinggi, kalau ia Demang Urawan lewat, semua menjadi diam tak ada yang bergerak, juga bburung atau pohon. Rasanya ketakutan itu jatuh, dan semua cabang pohon beringin, Ia bukamn manusia biasa, pangkatnya sangat tinggi, saudaraku Mangkubumi, waktu ia di Purwalulut, dan bekerja di istana, tugas yang dibebankan kepadanya didatangi, dan diperiksa oleh sudaraku Raden Demang.
Walaupun ia hanya berhenti sejenak kalau lemat, kesan yang ditinghga;lkannya menakutkan, dan hati Mangkubumi bergedebug, dan lalu saudariku Mangkubumi, datang padaku dan, mensejarahkan kejadiannya dengan gugup, ketakutannya belum hilang, detak jantungnya tetap terlihat, ia gemetar dan gagap. Saya berkata dengan sendagurau, kepada saudaraku Mangkubumi, "Engkau adalah sama seperti saya, takut kepada adikmu, padahal ia tidak mungkin berani, menghukum seorang kakak.” la Mangkubumi menjawab sambil menakankan tangan pada dadanya, "Tak ada alas an tentang hal ini; adikku, siapa yang tidak takut kepada adikku Demang?
Mlayakusuma adikku, Saya tidak mengharapkan, saya tidak pernah memimpikannya, Walau adikku Demang Urawan memeriksa, pekerjaanku, saya takut, saya kira ra akan marah kepadaku, demikianlah adikku perasaanku, Yang lain ada di Iuar, untungnya ia tidak terhenti lama, tapi hanya lewat." "Saudaraku Mangkubumi, lebih tua darinya Demang Urawan, ia bukan keluarga biasa, betul ia seorang yang penting, namun demikian ia sangat takut, kepada Demang Urawan, Ia, Demang Urawan, pastilah dianugerahi suatu kedudukan yang sangat tinggi, hanyalah orang dari Kudus ini berani menentang dia.
Kalau sekarang ia Demang Urawan tidak menjadi marah, Khatib Anom jelaslah luar biasa, seperti memeluk macan, kalau ia berani membantah Demang Urawan, Mereka telah menyerang satu dengan yang lainnya dengan ganas, mereka saling mendorong untuk memukul, sepertimacan saling bergumul, namun Khatib Anom tetap tidak takut, walaupun terhadap geraman Kanjeng Raden Demang Urawan. Khatib Anom berkata, Putraku jika engkau, punya kritik padaku, karena tidak menegur Haji Mutamakin, silakan Tanya dia ia ada di depanku, Saya sering mendatanginya, mengingtkan putraku tingkah lakunya yang tidak patut
Saya minta jawabmu, hai Mutamakin, mumpung di depan pejabat, saat nyawamu hampir melayang, Kyai Cebolek menjawab, matanya berkedik seperti ngantuk, Betul sekali anakku, Panjenengan datang dan menegurnya hanya walau aku menghadapi maut aku tak akan lari. Karena kebodohanku, tak berniat berguru terus, aku menghadapi maut yang bukan waktunya,. Aku akan mampuberusaha menambah ilmu hatiku terus memperoleh kenyataan ini.” Khatib Anom berkata murka, “ Lha pikiran macam apa itu, membikin sengsara dan menyakitkan ada anjing diberi nama Abdul Kahar?
Anakku, ditujukan kepada Demang Urawan ia punya seekor anjing dinamai Qamarudin dan satu lagi Abdul Kahar. Terbelalak semua yang mendengarkan juga Raden Demang kakinya diayunkan dan tertawa terbahak-bahak. Khatib Anom Kudus berkata lantang. “Kamu ini memangbusuk dengan lancing membuat onar negara”. Kalo kamu mau terkenal tingkah lakumu danbermaksud menjdihebat jangn tanggung-tanggtung bertingkah.Pindahkan GunungMerapi dan juga Prawata tumpangkanlah di atas Gunung Lawu dan genggamlah di tangan kiri. Appaun yangkaulakukan jangan tanggung-tanggung, jangan mengindahkan jiwa ragmu.
Khatib Anom berkata dengan keras dihadapan Mutamakin, “Anjingnya diberinama sama seprti penghulu Tuban, Abdul Kahar, anjing yanglain diberi nama seperti khatib Qamarudin, Panjenengan Dalem. Sesungguhnya Mutamakin itu bukanlah manusia ia telah menghina raja, dan melukai karena sesungguhnya perilakunya Nauzubillah. Anakku, itulah sebabanya aku merasa wajib melapor kepada uwa Patih Adipati Danureja, supaya menjadi perhatiannya dan meneruskan hal itu kepada raja. Karena sesungguhnya yangmenjadi raja kalauia ingkar dari setiap Sunnah Nabi menjadikan sari pati syara tak dihargai dan dirusak.
Wahai ankku diberitakn dalam kitab bernama Akhbaru al-Saltin, Raja digambarkan sebagai pembela iman. Bila seseorangmenyebarkan ajaran mistik dan menyebabkan ganguan untuk memperoleh pengikut dan kalau ini terjadikarenaraj tidak menjagasunnahNabi, pancam kurni awajahnya pasti lenyap. Wahaiputraku apbila seorng raja kurnia pancran wajahnya susut,keharuman kerajaannya pastilenyap yangterjadi hanyalah tengik dan kaku danakibatnya kegelapan akan turun ke bumi dan bau busuk terusmenyebar. Kenapa tidak memasang penjaga dikerajaan Sang Narpati? Sesungguhnyalah anakku, raja adalah hati jagad.
Hati adalah raja di dalam badan karena itu, putraku merupakan perumpamaan. Sesungguhnya setiap mahluk hidup harus menajaga kebaikan dari hatinya. Karena itu, setiap manusia hidup wajaib menjagaraja tentangsemua yang diketahuinya di kerajaan. Karya raja seperti hati menggerakkan badan. Kesalahan raja dipikul oleh orang-orang di bumi karena raja adalah hatinya jagad, badanrusakbila hatinya merana. Dan bila hati yangmerana tidak diobati makarja yang disalahkan.” Raden DemangUrawan merangkap kedua tangannya dan melepaskan kerisnya berkata ke arah Ki Adipati Danurejan.
“Uwa Patih, saya telah kalah, Si Khatib Anom Kudus merupakan lawan yang berat, mamapu mengelak dan pitar menyerang cepat dan tepat. Sekarangmarilah kita mengganti pembicaraan, kemarahan raj atelah disampaikan kepad auwa waktu tadi, telah dicegah oleh Khatib Anom Kudus, ia menempuh perang panji-panjinya dan unggul. Ia gagah tak dapat didesak,cepattanpa banyak bicara, serangannya tidak teledor, ia menang tapi tidak menindas, ia menyenangkan dan langsung. Ia memukul keras tapi tidak buas, kegemilangan dalam siasat perang, ia ahli dalam menjaga emosi dan menjlaskan arti khatib tanpa berbelit-belit.
Ia menembus arti buku,ia membuat tis ngupiyaiti? Kalau tidak bisa, ia terus berusaha tidakmengindahkan orang-orang disekelilingnya. Kalau ditekan keras, iamendekat, kalaudibawah angin, ia akan lari. Sungguh sangat gawat melawan orang Kudus ini, aku telahditundukkannya dn bermandi keringat Raden Mlayakusuma berkatahormat, “KakangMas, bayarlah wang taruhanmu sayalah pemenangnya. Waktu perkelahian mulai pegangannya 2 lawan 1. Sekarang Panjenengan telahkalah pegangnnya menjadi lawan 10 lawan 1. Para Wedana tertawa terbahk-bahak terbebas dari rasa susahnya. Para ulama lambat-lambat mulai berseri sebentuk sinar merah tumbuh sayup-sayup menjadi nyata dalam diri mereka yang menjadi sinar mereka memandang gelisah dan bimang lalu sekonyong-konyong dating pada perasaan mereka, bergerak, mereka menjadi lega dan juga pembesar-pembesar keraton. Sinar terang muncul yang menyorot ke mana-mana hati mereka telah terbebas dari kecemasan.
Rahden Demang Urawan membalik dan berkata, “Dimas Mlayakusuma, akau tak pernahmemimpikan dating ke sisni menemui tentangan pamanku pataih. Saya dating dengan tegak, namun saya akan pulang dengan menunduk uwaku Patih sekarang saya akan melapor Seri Kanjeng Sinuwun dan semua harus menyertaiku.”

4. Khatib Anom Kudus
Mereka bersama-sama kembali dari tempat Danurejo, sedangkan Kanjeng Raden Demang Urawan uatusan raja yang berkuasa tak ada yang disejarahkan mengenai perjalanannya. Setelah ia tiba di istana dan menghadap Sang Prabu, Kanjeng Raden Demang Urawan berkata dengan penuh hormat, mensejarahkan tugasnya sebagai utusan dari wal sampai akhir,” hamba lega seorang telah membela pammanku Patih, dengan mempertaruhkan hidupnya. Khatib Anom Kudus mampu menilai setiap masalah,demikian pula hamba telah ditundukkan dalam mencari putusan yang baik. Ia cepat namun tak menyinggung luas namun tak berbelit-belit. Dia tangguh dan berani, semua yang dilakukannya ia sangat sempurna seperti adu ayam abdi-abdimu para bupati, waktu pertandingan mulai bertaruh 2 lawan 1 terhdap hamba.
Dan seketika mereka menjadikannya 10 lawan 1 hamba tak punya kesempatan memukul ia. Bila hamba menyerang dari kiri ia menggitik ke arah kanan, bila diserang dari kanan, ia menggitik driarah kiri. Pukulannya laksana geledek, kalauia meninju mukaku hamaba jatuh pingsan. Satu pukulandarinya amatlah tepat dan membuat gentar seluruh negeri. Ingkang Sinuwun berkata lirih. Kalau begitu sejarahkanlah tentang hal itu.” Kanjeng Raden Demang Urawan berkata hormat
“Hamba melindungimu, Panjenengan Dalem terhadap Haji mutamakin.Lalu ia Khatib Anom Kudusmemandang dan dengan gagah sedangkan mulutnya bergetar, matanya bersinar dan ia penuh keberanian hamba telah digetarkan oleh pengelihatannya. Ia berkata murka, “ Panjenengan anakku, telah mengahargai kelakuan semacam itu dari Haji mutamakin dan kalau demikian halnya, Panjenengan putraku tlah merusak negara.
Karena menjadi tugas raja, melindungi Sunnah Nabi.Kalau seorang raja menolak Sunnah Nabi,keindahan wajahnya akan lenyap dan dia akan membuat suram negara. pastilah negara akan runtuh. Kalau wajah raj ahilang jelita, semua tindakannya hanyalah berupa kepahitan dan penderitaan.” Ingkang Sinuwun tertawa terbahak-bahak, dan pikirannya pad adirinya si Kudus ini merupakan orang yangberbahaya yang menceroitakan sbelum menyelesaikan sejarahnya tapi rajamenolak dalam tawanya dan berkata, kalau demikian, Bapang marilah kita jalankan ajaran islam. Saya berniat menghadiri sembahyang Jumat,beritahu si uwa Patih.
Persiapanuntukku terancang di dalam masjid. Jumat depan aku akan hadir bila disepakati si uwa Patih. Karena merupakan kebiasaan lama shalat pertama raja haruslah di masjid. Kanjeng Sinuwun terus berkata, “Bapang, ingat aku sekarang biar kurenungkan sebentar, beberapa waktu silam akuingat seseorang berkata kepadaku di hadapanku. Ia menyebut seorang dari Kudus, pada waktu itu ia memanggilAdipati jayaningrat bersama si uwa Putih, ketiga si Cakraningrat, semua mereka di hadapanku. Waktu itu telah kuundang rombongan wayang wong jayaningrat untuk dating beserta si Juru ukir. Begitulah kami undang dia pada waktu itu bersama s I Cakraningrat, waktu masih belum ada penari gambuh.
jayaningrat yangberkata berguyon di hadapanku, “Panjenengan Dalem setiap kali sampean dalam menghendaki penari gambuh dan ringgit-tiyang selalu ada saja yang kurang. Dan itu adalah alat rebana Tuuanku, “ Aku tertawa terbahak-bahak danberkata “hai Adipati, apakah ada rebana dimainkan untukmengiringi pertunjukan wayang? Aku piker tidak bisa.” Adipati berkata, “Sesungguhnyalah Bupati Kudus mempunyai seorang menantu santri yangnamanya Khatib Anom Kudus yang pertama kali tampil dengan terbang Gusti.” Lalu akau jadi tertawa, kukira ia sedang berkelekar.
Malah Adipati Jayaningrat berkata padaku bahwa dia Khatib Anom Kudus selain dalang ia juga pemain wayang dan si Khatib Anom sendiri telah membawa peran Wong Agung Menak Amir hamzah seorang pahlawan dan orang gagah berani di bumi. Jadi akau ingin mengundang dia tapi Cakraningrat mencegahku dengan berkata, “janganlah mengadakan pertunjukan Panjenengan Dalem, yangmembawa kerabat Rasululla karena ini berarti menolak contohmereka.
Benar sebelum nya ayah hamba, abdimu telah dilarang menampilkan rebana bersama lelakon Menak, di Madura tidak diperkenankan, sejarah-sejarah tentangMuhammad dan Mursada, Sapingi dan Asmarasupi. Tidak boleh masuk di dalam lelakon. Karena pertunjukan terbang Madura, Gusti, sejarahnya dibacakan dari buku, yang ini tidak dilarang benar ayah hamba, abdimu, mewarisi kitab itu dari Mataram. Itulah sebabnya kubulatkan undanganku, dan sekarang Khatib Anom Kudus berani menanggung akibatnya. Demang Urawan berkata hormat,”Benar ia bermurah hati.”Berkata Sri Narpati
“Dasar ia itu pemberani, tapi agak busuk, namun sebusuk-busuknya seorang satria, dibanding dengan petugas istana, tetap masih unggul santri, karena wibawa petugas Allah sesungguhnya orang semacam itu hanyalah satu dalam seribu. Apakah penampilannya baik ?” Raden Demangberkata hormat,” Benar bagus, dan gagah. Badannya kuat dan tegap ia pantas menjadi putra dari raja Wirata. Arya Seta sang Senapati. Kalau saja ia bukan dari golongan agama, ia pantas jadi panglima,pemimpin dalam pertempuran dan penghancur musuh yang sakti. Menurut ilmu wirasat ia adalah orang yang mampu. Seperti Pragalba, ia adalah seorang juara. Angkuh diluar angkuh di dalam. Seorang congkak dan suka tega. Ia berani berkelahi berhadap-hadapan ia pantas memerintah tentara di medan perang, itu akan cocok baginya.
Siasatnya hebat dan berani dengan senjata yang sangat tajam, yaitu makara byuha dan barisan yang berbentuk garuda bentuk-bentuk semacam itu adalah cocok untuk ada di bawah perintah Sang Prabu berkata lagi, “ Tentang si Haji Mutamakin, rupanya seperti apa? Kanjeng Raden Demang Urawan berkata humor,” Ia seperti Wisangkata seorang calon pertapa dan kelakuannya seperti Trenggiling lagi sekarat. Tak ada yang perlu dikatakan tentang penampilannya yang sangat dungu seperti kelapa dandang. Ia nglumpruk kalau duduk, dalam satu pertemuan ia seperti layaknya kena kutuk. Tapi dia itu mantab satu sifat yang hamba tidaksangka juga diantar kelompoknya ia itu tanpa guna hamba merasa heran atas kemauan sang Suksma Agung orang seperti itu dapat menjadi Haji ia telah dianugerahi memenuhi rukun yang kelima dan diberi kesempatan mengunjungi makam Nabi, Nabi terbesar di jagad ini. Kalau ia tidak pergi naik haji. Ia pantas menjadi penjual jerami atau berdagang itik.”
Sang Prabu senyum berkata;” Itulah, Bapang, telah menjadi suratan, ia diciptakan dengan tampang dungu tapi diberi hati yang suci untuk menjadi petugas suksma ia telah ditakdirkan memilih hati suci. Raden Demang Urawan berkata takzim, ”karena itulah, Panjenengan Dalem pada kesempatan ini manusia kecil dan hina ini telah dituduh berkali-kali, sperti orang yangmemiliki beban setengah mati memnjat sebuah tebing, ia terlihat kembang kempis. Marahnya Khatib Anom seperti marahnya Baladewa memarahi Cumuris, demikianlah wajah Mutamakin seperti Cumuris. Kalau saj sengketa itu terjadi di luar, Cebolek akan habis terkoyak-koyak. Oleh Khatib Anom Kudus. Ia sangat marah karena seekor anjing Mutamakin dinamai Qamarudin danyang lainnya Abdul Kahar.karenanya ia dipenuhi rasa amarah.
Seperti ingin menikam mati. Haji Ahmad Mutamakin.” Seorang raja tersenyum berkata, “Bapang keinginanku, semua yang telah dibicarakan disampaikan kepada di uwa Putih. Kubatalkan perintahku tak ada pembicaraan lanjutan aku telahmemaafkan terdakwa. Kalau Haji Ahmad Mutamakin mengulangi tingkah lakunya yang tidak patut di bumi ini. Pastilah dia akan kuhukum, Haji Mutamakin ini. Aku akan jadikan dia sasam kemarahan di alun-alunku ini. Tapi inilah pengampunanku yang kuminta Panjenengan telah melaksankannya. Perintahku selanjutnya untuk diteruskan kepada si uwa Patih, kepada semua sanak kadangku, perintahku untuk diumumkan secar luas.
Tak seorangpun boleh belajar, Ilmu Hak di dalam masjid. Tapi mengajarkan di luar negara kuberikan ijinku. Kalau ada yang berani mengkhianati perintahku. Tak ada tempat untukmempertanyakan dosa. Akan kulaksanakan hukuman mati yang telah kutetapkan di alun-alun sehingga boleh disaksikan orang-orang Kartasura Adiningrat. Laksanakanlah undang-undang ini. Di dalamnya ada larangan-laranganku. Selanjutnya si uwa Patih harus mencaridanmengundang para ulama sesungguhnya aku tidak membatasi jumlahny sehingga banyak yang boleh dikumpulkan. Lalu setiap orang harus mempersiapkan. Tempat untuk sembahyang Jumat, setelah itu masing-masing akan diberi sebidang tanah. Tergantung si uwa mempersiapkan luasnya tanah yang akan dihadiahkan tetapi batas yang aku kenakanlah 25 jung tanah untuk setiap ulama kelas atas. Dan untuk mereka yang kurang pendidikannya masing-masing 3 Jung, di desa-desa makmur itu, kalau sekiranya di sana dapat diselenggarakan. Tetapi akau batasi jumlah ulama dari Kedu, Pegelen, Mataram dan dari Pajang.
Temukan 70 orang, ulama-ulama yang baik-baik di dekat ibu kota, yang tidak jauh sehingag mereka dapat dating dengan cepat untuk berjaga-jaga setiap hari Jumat di tempat menyepiku. Lakukanlah pemilihan tersebut dengan hati-hati jangan asal memilih saja. Pilihlah dengan ketepatan hati santri-santri yang cakap.” “Baiklah “ kata Raden Demang Urawan segera dengan hormat. Begitu keluar dari keraton, dipintu alun-alaun utara, ia menaiaki kudanya yang miring dengan congklang orang-orang sepanjang jalan mrnjadi gempar. Menyangka telah terjadi sesuatu arena Kanjeng Raden Demang Urawan lewat dengan terburu-buru. Saat tiba dikediaman Danurejo ia turun darikudanya Kanjeng Raden Demang Urawan, utusan raja yang ganas, sekarang memasuki tangga rumah jaga danmereka sedang duduk di ruang tamu pada berdiri.
Setelah Raden Demang dudk para adipati menempati tempat-tempatnya. Dasar ia orang besar dan disegani yang berbicara dengan keras dan menakutkan waktu ia meneruskan perintah raja, tindak tanduknya menggetarkan. Matanya merah, keningnya mengernyit-ngernyit rambutnya keriting menyentuh pundaknya, waktu duduk dadnya di dorong ke depan tubuhnya mengkilap seperti tambang digosok, sebelum ia bergerak, ia memandang sekeliling dan orang-orang yang memandangnya pada takut. Ia seperti Prabu Taptanus, Ingkang Sinuwun agung dari Yunani saat ia menyerahkan buku, mengenai orang-orang agung Amir Hamzah penakluk dunia kepada Raja Kahis. Demikianlah dengan Demang Urawan demang penugasannya dari raja. Rambutnya tegak berdiri dan penampilannya berubah, ia tahu disegani.Demikianlah jalannya sejarah seperti mengandung manis.

5. Adipati Danureja
Ia meneruskan perintah raja kepada Adipati Danureja sambil berkata, “Uwa Patih, Kanjeng Sinuwun ingin agar perintahnya dicabut. Kini keinginan Kanjeng Sinuwun mengampuni tersangka. Kalau di belakang hari mereka mengulang pembangkangan mereka terhadap perintah raja mereka pastilah dibenci di muka bumi ini sebagai akibat hukuman raja. Lalau ia membalik ke barat dengan mata merah dan para ulama menjadi takut karena ia memandangi mereka hatimereka berdegup dan banyak yang kehilangan kekuatnnya. Para ulama salah mengerti penyampaian perintah raja.Demang urawan berkata tenag dan sopan’” Haiseluruh ulama kecualai engkauMutamakin. Terimalah perintah ini
Perintah Kanjeng Sinuwun kepadaku sebgai berikut, “Hai Bapang, beritahukan olehmu semua ulama bahwa aku sangat bersyukur kepaad mereka karena sebagaii orang-orangyang terhormat di bumi ini, dengan pertimbangan teliti merka telah menjaga diriku dari bahaya ilmu kebatinan lebih dari itu Muhammad Mutamakin ialah orang yang berdosa. Karena ia telah menyebabkan kesusahan kepadaku karena ia adalah orang yang menjatuhkan raja ia hampir membuang kesetiannya kepada kerajaanku karena itu aku sangat berterimakasih adanya kumpulan ini yangmenyertakan para pendurhaka, namun telah kuputuskan menganugerhi mereka pengampunan bersyaratku.” Semua ulam amengucapkan terima kasihnya dengan segala kehormatan
Lalu berdiri Adipati Danureja dan memanjatkan doa supaya keinginan Kanjeng Sinuwun terkabul, seuara amin bergmuruh seperti guntur. Lalu Kyai Panghulu memanjatkan doa terima kasih karean lenyapnya rasa sedih.Kanjeng Raden Demang Urawan lalu berkata, “KetibAnom Kudus! Ingkang Sinuwun telah meminta suatu sejarah. Kisahkanlah suatu sejarah padaku dan saya akan menyampaikannya kepada raja. Sang Patih menyampaikan undangan kepada Demang Urawan, “Sahabatku marilah kita bersantap kalau putusan kandamu, Sang Prabu mulia, telah selesai” Raden Demang menjawab lirih, “perhatikan dulu perinth lnjutan dari raja yang belum diberitahukan kepadasampeyan. Sampeyan harus membuat terancang di dalam masjid karena raja ingin sembyang Jumat.
Perintahnya adalah sebagai berikut, “ Supaya diketahui Kipatih bahwa apabila ia sepakat, pad hari Jumat yang akan dating saya sungguh bermaksud datanmg ke masjid untuk sembahyang Jumat.” Adipati Danureja waktu mendengar ini berteriak dengan air mta merembes lala memanjatkan doa syukur kepada Allah.Ki Penghulu lalau mengajk Semua ulama turut serta berdoa. Semua berdiri dan memnjatkan doa amin mereka bergema bagikan guruh. Semua tumenggung saling melirik pada perilaku Khatib Anom Kudus yang mengenakan sarung gelap terbuat dari kain kasa dan ikat pinggang kasa bersulam garis-garis hijau gelap dihiasi benang emas.
Ia menganakan serban berwarna dengan benang kuning terisik sekeliling peci hitam mengkilap dipasang dalam gaya Arab dan terlekat kuat, sehingga kedua ujungnya bertemu. Kemejanya dari salmur ungu jubahnya sedikit pendek. Ia menyandng keris dengan cara disebut ganjalan kelabang kepalnya ditkuk seprti pengecut melarikan diri Sarung kerisnya dari suasa kemilau, bijinya tasbehnya menggantung sekeliling sarung kerisnya dengan gaya Banten. Ia berdiri di sudut kaki kirinya maju yang kanan di belakngnya dua telempah lebar jaraknya antar kaki depan dan belakang.Pastilah tidak sengaja melakukannya tapi Adipati yang melihatnya berkata, “Sungguh orang ini mampu, ia menonjol penampilannya dan semua kelakuannya pantas. Sungguh seperti orang yangmenyusunpasukan berbaris ke medan laga, adegan Khatib Anom. Ia selalu cakap dan rapih pakainnya dengan setiap bagian serasi dan menarik. Kebanyakan orang berpakaian caranya jorok dan berdiri. Seperti pengecut.” Setelah doa berakhir par ulam dan patih kembali ke tempatnya masing-masing dan Kanjeng Raden Demang Urawan kembali ke timur dan berkata lirih, “ Dik Mas Mlayakusuma, apa yangmembuat Panjenengan kumat-kamit ? Saya telah mendengarkaan Panjenengan sejenak.” Sang adik berkata hormat, “ Tidak ada apa-apa Kang Mas, saya hanya bercakap untuk mengisi waktu. Kanjeng Raden Demang Urawan menguatkan, “Tidak baik Dimas berbohong pada kakakmu.”
Raden Arya Mlayakusuma lalu tersenyum dan berkata dengan hormat, “Kang Mas, sesungguhnya Khatib Anom Kudus yang kita bicarakan caranya ia berdiri waktu membaca doa tadi berbeda dengan car ulama-ulama yang lain. Ia berdiri seperti seorang yang menyususn tentara berbaris menuju ke perang. Ia lebih cocok menjadi seorang bupati sesungguhnyalah saying sekali bahwa ia seorang ulama.” Kanjeng Raden Demang Urawan tertawa terbahak-bahak, sambil mengayunkan kakainya dan berkata kepada patih, “ Aduh uwa, Adik Mas Mlayakusuma sungguh dalam pandanganku telah meninggalkan agama, ia menyangka seorang bupati lebih baik dari ulama ini tidak benar. Akan kuterangkan, Dik Mas Mlayakusuma engkalah satu-satunya yangmenyangka bahwa seorang bupati lebih baik dari seorang santri, yang sebenarnya adalah seorang antri itu lebih unggul dari seorang bupati walau orang itu munafik, lebih rendah dan santri gundul lebih baik darimu. Orang lebih menghormati seorang ulama daripada seorang bupati karena ia adalah petugas Hyang Suksma.
Siapa yang lebih luhur, petugas Yang Widi atau petugas raja dunia, inilah Dimas perbandingannya. Mas Ktib Anom Kudus dalam semua hal cocok sebagai Hyang Suksma. Walaupun ada 10 petugas-petugas raja seorang ulama Dimas, merupakan manusia-manusia terbaik di dunia.” Ada yang berbisik-bisik, “ Saya tidak menyngka bahwa gusti Kanjeng Raden Demang Urawan berhati baik, penampilannya takmenyenagkn tak bersahabat dan pemarh, siapa yang tidak menjadi takut kalau melihat tata caranya, saya kira saya adalah setan tersamar, kalau ia lewat, tarikan mukanya kejam dan menakutkan layaknya ia ingin melumatkan seseorang. Sekarang ia berubah menjadibaik hati, dan pikirannya tajamseperti duri lancip. Ia adalah seorangbesar seperti buah durian yangmemiliki duri sangat tajam tapi yang dengan mudah dibukanya dan buahnya bila dimakan sangatlah enak manis dan lunak. Raut mukanya menunjukkan ia telah bersatu dengan ulama dan telah mempelajari dalil hadis yang terpancar dalam ucapannya.
Inilah seorang yang pikirannya tajam seperti angin. Lalu Kanjeng Raden Demang Urawan berbicara lagi Uwa Patih, perintah raja terusnya begini, “ Jangan ada seorang pun membahas atau menginginkan belajar ilmu rahasia atau di lingkungan kerajan mengajarkan Ilmu Hak, yang lain dari syara yang boleh diajarkan di dalam negeri. Bila seseorang ingin mengajarkan ilmu hak di luar kerajaan, kuizinkan apa yang diinginkannya. Tapi bila seseorang mengkhianati perintahku akan kulaksanakan hukuman mati. Patih berkata, “Tentulah Panjenengan Dalem.” Seangkan Demang Urawan meneruskan, ” Raja telah memerintahkan kalian untuk berkumpul semua ulama, termasu mereka yangrendah pengetahuannya tentang melafalkan dan arti al-Quran lalu masing-masing akan diberisebidang tanah tergantung dari tempat sembahyang Jumat, bertingkat dari tiga sampai dua belas jung masing-masing tanah ini pasti bagus. Harus bisa, dan tidak mengabaikan pelaksanaan sembahyang Jumat. Menurut perintah raja dari Pajang saja 40 ulama-ulama harus terpilih.
Namun di Kedu, Pagelen, dan Mataram tidak perlu diadakan pemilihan uwa patih dapat mengambil siappun.mereka Para ulama tidak perlu luar biasa, walau mereka orang rata-rata tapi telahmenguasai pengetahuan lafal dan makna Quran sgeralah langsung mereka terima. Alasan ulama-ulama harus dipilih di Pajang karena Pajang dekat dengan ibukota, demikianlah keinginan Kanjeng Sinuwun. Setiap Juma’at mereka, sebaliknya,menjaga tempat menyepi di dalam keraton mereka harus sepakat membahas ilmu rahasia di depan raja.” Adipati Danureja berkata, “Betul Panjenengan Dalem.” Demang Urawan melanjutkan, “Selanjutnya saya perintahkan uwa mengundang Cebolek dan beritahu dia bahwa dia semantara ada dalam pegangan saya. Itulah semua uwa Patih.” Lalu Patih Danureja memberi isyarat abdi-abdinya dan dengan cepat makanan yang dipesan dihidangkan. Duaratus piring makanan diberikan, tidak seorang pun diperlakukan beda dalam pemberian piring atau makanan yang dihidangkan. Para Adipati seperti juga para ulama diundang makan. Adipati Jayaningrat memberi isyarat seorang abdi untuk mengedarkan piring sayuran dengan acar yang dikirim dari rumahnya, dan juga sisa-sisa makanan dari istana. Karena setiap malam pukul sepuluh sesungguhnya makanan telah dibawa dari istana ke kediaman Jayaningrat, kadang-kadang tibanya pukul sebelas setelah raja menyelesaikan makannya.
Termasuk panggang ayam dicampur dengan kemiri dan dendeng daging menjangan yang telah dibawa dari rawa setelah raja selesai makan sore hari, sisa makanan ini bibawa dengan acar. Waktu Raden Demang melihatnya ia berkata sambil tersenyum, “Paman Adipati, tolong berikan ayam bakarnya saya suka itu. Sang Adipati berkata sambil tersenyum, “Silakan, anakku, inilah semua yang tinggal.” Arya Mlayakusuma memandangnya dan segera berkat,” Kang Mas, apakah ada rahasia dengan tersenyum kepada orang-orang? Paman Adipati Jayaningrat telah meminta piring daging tapi saya, Kang Mas mengisi perut sendiri dengan sisa makananmu.
Tapi saya tidaktahu pastimengenai rahasia, daging apakah yang semacam itu itulah yangtelah diminta dalam sekejap? Raden Demang tersenyum dan berkata, “ Panjenengan seperti kucing Dimas, kau tidak pernah bisa dibingungkan. Ayam panggang itu telah dibawa dariistna malam kemarin merupakan sisa yang diberikan Ingkang Sinuwun, mungkin ia tidak mendapat menghabisknnya. Tapi Dimas, saya tetap menenalinya, karena waktu saya menghadap malam lalu, pesuruh keraton menyerahkannya panggang ayam itu, itulah sebabnya saya masih mengenalinya. Paman Adipati Jayaningrat, setiap sisa-sisa dari istana datang ia tidak dapat menghabiskan panggangayam tersebut. “ Sang Adipati berkata
“Benar anakku, makanan yang diberikan pagi-pagi tidak habis, hanya dagingnya yang saya simpan untuk sorenya, dan maknan malamdi simpan untuk keesokan harinya.” Raden Mlayakusuma segera pergike tempat Kanjeng Raden Demang Urawan dan tanpa menunggu abdimelayaninya ia sendiri mengambilnya. Ia mengambilnya sambil berkata,” Ini dari tangan raja dan berasal dri istana.” Raden Demang berkata, “ Karena itulah yang muda jangan menganggap bodoh kearifan kelurga yang lebih tua.” Mereka yang sedng makan berbicara keras-keras Sang Adipati memakai gaya pesisir waktu ia makan. Piring daging disuguhkan terus-menerus dan dikelilinginya, waktu masih panas mereka yang sedang makan mengambil nasi semuanya. Sejenak semua merasa puas dan piring–piring serta panci-panci lalu diambil. Pada saat itu Adipati Danureja seperti menyelenggarakan pesta kawin menyambut ulama-ulama terhormat dan semua Adipati.

6. Ki Bebeluk
Laksana tunas teratai merah hati para Adipati dan para ulama. Mula-mula mereka takut akan kemarahan raja, tapi kemudian mereka menjadi tenang seperti angin halus menutupi tubuh mereka sejuk dan harum terus. Kemudian minuman panas dihidangkan dengan kue-kue. Dan Kanjeng Raden Demang Urawan berkata sopan, “Wahai pamanku Khatib Anom ayolah penuhi permintaan raja kepadamu untuk menyampaikan sebuah sejarah. Saya telah diminta untuk mendengarkannya supaya dapat dijadikan suatu pembimbing kalbu, ambillah dari sari suatu sejarah luhur.“
Mas Khatib Anom menjawab, “Kakak paduka Ingkang Sinuwun apa yang diinginkannya sejarah yang berasal dari Arab atau Jawa? Kalau saya harus melakukannya saya akan mencoba semampu mungkin, tapi bagimana saya dapat melakukannya dengan baik, saya hanyalah seorang desa yang rendah?” Kanjeng Raden Demang Urawan berkata, “Paman sejarahkan kepada kami satu sejarah dri Jawa apakah pernah di waktu silam semasa pemerintahan para raja Demak, Pajang dan mataram, seorang dihukum karena menyiarkan ilmu hakikat?” Mas Khatib Anom menjawab, Waktu say kecil saya mengetahui memang pernah terjadi sekali di setiap kerajaan ini.
Yang seorang dihukum di kota Diri yaitu Syekh Siti Jenar di hukum mati dengan pedang. Dahulu semasa jaman Demikianlah Pangeran Panggung yang dihukum mati dengan api. Sedang di masa Pajang Ki Bebeluk telah ditenggelamkan, api dan air berakibat sama. Sedang kerajaan Mataram waktu pemerintahan Panembahan Senopati dan Panembahan Krapyak tidak seorangpun mengalami hukuman demikian. Tapi setelah itu, cucu Senapati yangmulia Sultan Agung, seorang telah dihukum mati, ia telah menolak syara’ dan karena ini, Sultan Muhammad dari Mataram menjadi murka. Para pelanggar telah dilempar ke dalam laut di Tanjungbangadalah orang dari daerah mancanegara, desa Wirasaba, dukuh di Wanamarta, menantu dari Kyai Bayipanurta. Suaminya Tambangraras majikan Nyai Centini, ia adalah Syekh Amongraga yang telah membuka tabir.”
Raden Demang Urawan tertawa terbahak-bahak mengayun kakinya, dan para Adipati tertawa pula karena Khatib Anom dengan cerdik menyebut Nyai Centini dari kisah terkenal sejarah baku. Setengah orang berkata bahwa Khatib Anom memamng luar biasa kaya akan bermacam-macam sejarah. Orang-orang terkemuka yang duduk menjadi senang. Kanjeng Raden Demang Urawan tertawa dengan memandang keliling. Dan semua yangmelihatnya tertawa sepuas hati. Arya Mlayakusuma juga merasa nikmat di depan Khatib Anom yang berlaku seakan mempertontonkan sejarah wayang tuntunan pada Astina. Matanya berkilat seperti perak dan bibirnya bergerak cepat, ia pandai dan sembada, seperti bunga yang indah dengan wangi-wangian harum, menyenangkan dan mengairahkn. Ia seperti Syekh Abdullah Ibn Mubarak, si Tukang Sejarah, tersebut di dalam kitab yangterkenal dengan judul Nawawi, yang menjadi tukang sejarah waktu berumur baru 25 tahun.
Khatib Anom berkata,” Sejak jaman Sunan yang dimakamkan di Tegal Arum, Sunan mangkurat sampai Paku Buwana tidak ada yang menjalani hukuman itu shanya sekartang pada Haji Mutamakin yang ingin mencobanya. “Merka yangmendengar tertawa terbahak-bahak dan semua memandang ke Kyai Cebolek setiap orang melihat ke arahnya. Khatib Anom menyatakan “Mulanya Pangeran Panggung yang dihukum mati di Demak karena ia melangar syara’.“ Sultan Demak hadir pada pelaksanaan hukuman itu, dan tampil di alaun-alaun bersama semua Adipati para wali dan mukminin.Kayu dan serat-serat aren yang diguyur minyak ditumpuk seperti gunung.
Kelihatannya seakan-akan nyala apainya mencapai langit, Pangeran Panggung telah diperintahkan untuk masuk ke dalam api, ia melepas kedua terompahnya danmelemparkannya ke dalam apai yangmenyala-nyala. Ia memanggil anjing-anjingnya, Iman dan Tauhid, yangamsukke dalam api bersama-sama. Mereka bekejaran dan dua anjingnya, Imandan Tauhid terlihat berlaian kian kemari, meloncat-loncat di tengah api takselembarbulupun yang jatuh dari badan mereka di tengah kobaran api itu. Setelah itu ia bersiut, dan keduanya keluar dari api masing-masing dengan terompah pada mulutnya. Yang melihat pada heran, namun Sultan demak berkat lirih, “wahai pamanku, tidaklah cukup bagus lakukanlah sendiri jangan melakukannya kepada anjing-anjing, sungguh paman sendiri mestinya masuk ke dalam kobaran api, Pangem Panggung berkata, “Jangan khawatir anakku,sesungguhnya aku sendiri akan masuk ke dalam api.
Pangeran panggung setelah itu,membawa kertas dan tinta dengannya memasukkan api dan duduik di tengah-tengah, ia menulis dengan santai di tengah kobaran api.Kira-kira setengah jam apinya padam dan pad asaat yang sama Suluknya selesai. Suluk malang Sumirang di susun dalam api dalam danding Dandanggula. Di bukanya dengan, “Menyimpang dari aturan tata dan merintangi, menantang bahaya dan bencana.” Pangeran Panggung meminta pakaian dan keluar dari apii, Sultan Demak menjemputnya menylaminya dan terus mengulurkan tangannya. Suluk MalangSumirang dipersembahkan kepada raja. Pangeran panggungsgera setelahitu meninggalkankota Demakberkelana sepanjang pantai,kedua anjing Iman dan tauhid tidak tertinggal,mereka mengikutinya kemanapun pergi.inilah yang direncanakan Kyai Cebolek akan melakukannya.”
Mereka yangmendengar terbahak-bahaak teratwa, hati mereka menjadi lebih suka mereka terus riauh rendah. Tak bergerak dan tak terhalang,. Ki haji Mutamakin menjadi bahan tertawaan. “Putraku , saya mengira Ki Mutamakin akan dihukum. Syukurlah ia mendapat penangguhan, memanglah raja berkewajiban mengobati mereka yang gila, dan menyehatkan mereka yang sakit.” Lalu datang seorang pesuruh namanya Darmasuta dan ia membawa dua kaki danberkata, “ Raden demang anankku,sesuai dengan perintah kakanda Kanjeng Sinuwun. Khatib Anom diganjar sebuah baki. Dan yang satu lagi untuk Kyai Cebolek.” Kanjeng Raden Demang Urawan mengangkat tutupnya ia memeriksa isisnya terdapat kain untuk jas,empat potong setiap baki. Untuk Khatib Anom Kudus menata stop budidar, renda dari Kalingga dan sutra putih bertenun emas,memang masing-masing dari mereka mnenerima empat potong batik. Dua batik dari kapas halus, yang disebut mena-kobar dan yang lainnya garising dan dua lainnya disebut ceplok padma dan mandala giri. Masing-masing mendapat dua potongkain sorban, bahannya kain kas halus. Dan hadiah untuk Haji Mutamakin terdiri dari satin hitam, bahan warna hitam,mliyo danbaju wol Parsi
Yang semuanya hitam. Batiknya model slobog kecil dan keempatnya latar ireng tapi keduanya tak dapat diperbandingkan dengan hadiah yang diberikan kepada Khatib Anom Kudus. Tentunya tak dapat diperbandingkan hadiah Khatib AnomKudus dua kali lebih bagus. Penerima-penerima hadiah dipanggil. dan keduanya majuke depan Kanjeng Raden Demang Urawan berkat lirih keoada mereka, “Engkau paman, akan menerima hadiahnya terimalah dengan tyerima kasih dan hormat.” Ia Khatib Anom menerima hadiahnya dengan sopan dan lalu mundur dengan menekuk badan, tangan kanannya diletakkan di atas ubin, bakinya dibawa dengan tangan kirinya.
Gerakannya seperti orang yang sedng menari ringan,bergerak mengelilingi lingkaran. Mereka yang melihatnya tersenyum dan semua bupati memuji tak henti-henti.Khatib AnomKudus.”Apakah sebelumnya ia pernah menari? Keterampilannya sangat menakjubkan. Kyai Cebolek ingin meniru tindak-tanduk KetibAnom tapi canggung karena ia tak terampil, ia hampir jatuh ke depan,lalu ia berhenti dan akhirnya merangkakseperti lipan.Para bupati pada tertawa, begitu kuga petugas rendahan tertawabersorak.Setelah ia duduk petugas-petugas rendahan mengikutinya denan mata mereka dan waktu mereka memandang nya, mereka pada tertawa. Para Adipati tidak dapat menahn tawa, malah ada yang teratwa sampai menangis. Raden Mlayakusuma tertawa terbahak-bahak sambilmenakan dadanya dan berkata kepada Haji Mutamakin, “Mbok jangan meniru Anom Kudus, kalau ia seperti Baladewa Panjenengan adalah Cemuris, yang jalannya di belakangnya, yang mengiring dan tak mampu mengikutinya. Mohon aku dimaafkan, karena aku tidak sopan menertawakanmu seorang tua, jangan jadi hati pamanku! Memang Panjenengan kecil tubuhmu dan juga canggung. Seorang keciul mestilah tegap dan mempunyai ketrampilan dalam bergerak”. Para Adipati lagi-lagi pada tertawa seperti mereka itu sedang membacakan sebuah gambuh.

7. Murid Ki Syekh Zain
Lalau para tumenggung, waktu matahari hampir tenggelam, berangkat, demikian juga para ulama dan para bupati, sedangkan Raden Urawan ia yang pertama kali pergi. Para bawahan keluar dengan berdesakan, ada 200 yang mengenakan pakaian upacara keraton dan 100 petugas keraton berjajar di depan mengisi jalan utama, orang-orang lain tidak diperkenankan lewat.
Para adipati mungkur meninggalkan kepatihan dan waktu mencapai jalan utama masing-masing pergi sendiri-sendiri. Kecuali para ulama pergi menuju kauman dalam satu kelompok. Haji Cebolek menyertai Demang ke rumahnya, berjalan di belakangnya dsan waktu sampai ke kediamannya, Mutamakin dibawa ke tempat sunyi untuk menyepi di sebelah laut dari tempat tinggal Demang. Setiap malam ia didatngi oleh Dyan Demang, yang setiap kalipergi mengununginya meminta dia untuk mempertujukkan semua ilmunya. Kyai Cebolek berkata,” Pertama kali saya memeluk ajaran mistik
Di Yaman, waktu saya belajar di bawah seorang guru, yang namanya Ki Syekh Zain, ajaran yang diberikan sama dengan Dewa Ruci, itulah ilmu mistik yang diberikan kepadku yang sama dengan Bima Suci. Dyan Demang memberi tahu Mas Khatib Anom Kudus tentang ini pada satu malam. Khatib Anom Kudus membawa satu salinan kitab Bima Suci yangbelum diperbandingkan dengan aslinya sebab oleh satu kecelakaan aslinya telah hilang.
Ia tiba jam delapan menganakan baju berlengan panjang dan peci upacara Jawa terbuat dari sisa bahan bajunya. Sehelai selimur ungu indah yang diberikan padanya oleh Sri Paduka. Ia kelihatan berseri. Kanjeng Raden Demang Urawan menemuinya di halaman muka dan menggamitnya sambil tertawa, Khatib Anom Kudus telah mengganti pakaiannya. “Wahai pamanku Khatib Anom Kudus bila paman nganggur pastilah paman akan diminta kemari untukmemberikan bimbingan ruhani kepda raja sehingga kata-katamu dapat menjadi tongkat baginya.
Demang membawanya ke tempat tenang dan mereka tiba di tempat terpencil ini. Kyai Haji Mutamakin menjadi gugup waktu ia melihat Dyan Demang tiba bersama Mas Khatib Anom Demang menyilahkan mereka duduk dan mendamaikan mereka sehingag mereka rukun. Khatib Anom dan Mutamakin bersalaman dan duduk. Mas Khatib Anom berkata,
“Putraku , seperti kamu tahu intikepercayaan Kyai Cebolek dapat ditemukan dalam kitab Bima Suci. Saya membawanya untuk dibawca bersama di sini. “ Raden Demang terkejut,”Kalaupun begitu, dapatkah pamanku Kudus membaca aksara Jawa dengan membaca Bima Suci?” Mas Khatib Anom menjawab, ”Hanyalah sekedarnya.” Dyan Demang berkata lirih, ”Dimanakah bukunya? Saya ingin melihatnya.” kitab tersebut diberikan kepdanya, ia menerimanya dan waktu ia membukanya, ia tercengan,”Pamanku permulaannya kelihatan sukar, bagiman aharus dibaca, pamanku?” Yang ditanya menjawab sambil tertawa. Tawa Ki Mas Khatib Anom ini mengandung arti, “Ananda, saya dapat membacanya, namun tak begitu baik.” Waktu Demang melemparkan bukuitu kepadanya, ia berkata, “ Paman sebagai berkat, mulailah membacnya, dalam danding Bangsapatra dengan gaya Kudus!” Mas Khatib Anom menjawab.
“Aduh anankku, adalah angkuh meminta mendengarkan Bangsapatra, dan tidaklah sopan, bila saya tidak duduk bersila.” Ia menyanyikan baris-baris dengan irama naik turun mengatur nada-nada berulang-ulang.” Telah menjadi kebiasaannya,memng di dusun tempatnya nembangnya unggul. Karena inilah ia dirusak, dan lalu menjadi angkuh tapi di kota ia adalah orang yang merendahkan diri dan mengangguk kalaupun kepalanya dipukul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar